Budaya
Meamuk-amukan, Tradisi Perang Api Dari Padangbulia Jelang Nyepi
Senin, 11 Maret 2024
Tradisi Meamuk-amukan menggunakan prakpak yang dibakar sebagai cerminan simbol Dewa Agni. Tradisi ini dipercaya dapat mengusir kekuatan negatif saat malam Pengerupukan maupun saat umat Hindu melaksanakan catur brata penyepian. (photo : ist)
SUKASADA, Tradisi Meamuk-amukan di Desa Padang Bulia, Kecamatan Sukasada, Buleleng tergolong unik bagi warga yang ada di luar wilayah desa itu. Keunikannya itu terlihat dari sarana yang digunakan yaitu daun kelapa kering yang diikat, dalam Bahasa Bali disebut prakpak atau danyuh. Tradisi Meamuk-amukan di Desa Padang Bulia tergolong sakral karena dipercaya memiliki sifat magis.
Tradisi ini menggunakan prakpak yang dibakar sebagai cerminan simbol Dewa Agni. Tradisi ini dipercaya dapat mengusir kekuatan negatif saat malam Pengerupukan maupun saat umat Hindu melaksanakan catur brata penyepian.
Kelian Desa Adat Padangbulia, I Gusti Ketut Semara menyebutkan, meamuk-amukan atau yang juga dikenal sebagai mapuput, bukan hanya sekedar tradisi, melainkan memiliki makna filosofis yang mendalam. Salah satu tujuannya adalah untuk melepaskan amarah dan hawa nafsu yang mungkin muncul dalam diri setiap individu.
"Sebagai umat Hindu, kami melaksanakan catur Brata penyepian, dan Meamuk-amukan adalah simbol dari upaya memadamkan api amarah yang ada di dalam diri kita sendiri," ujarnya.
Lebih lanjut, Gusti Ketut Semara menegaskan bahwa tradisi ini juga membawa makna kebersamaan dan nilai persaudaraan antar warga. "Tradisi Meamuk-amukan menjadi momen yang meriah dalam menyambut tahun baru Caka, diwarnai dengan kebersamaan dan sukacita," imbuhnya.
Dalam tradisi ini, api prakpak digunakan untuk menyerang kawan satu sama lain sehingga terlihat seperti perang antara dua kelompok masyarakat. Tradisi ini sebenarnya dilaksanakan dengan spontan setelah pawai ogoh-ogoh dan upacara pecaruan, bahkan tidak ditemukan adanya catatan sejarah dalam awig-awig desa terkait tradisi tersebut.
Salah seorang pemuda Yoga berbagi pengalamannya, Yoga menyatakan bahwa tradisi ini telah turun-temurun dilaksanakan setiap malam pengerupukan. Dia berharap agar tradisi ini semakin dikenal oleh masyarakat luas. "Saya sudah mengikuti mapuput dari kecil karena ini adalah bagian dari tradisi. Meskipun pernah mengalami cedera akibat terbakar sedikit, namun itu tidak sampai menyebabkan luka parah," ungkapnya.
Meski tanpa pengamanan yang memadai, tidak ada anggota masyarakat desa itu mengalami luka sedikit pun. Pada malam pengerupukan, tepatnya di kawasan Pura Desa, ratusan warga berkumpul di tepi jalan untuk menyaksikan tradisi ini.
Tradisi Meamuk-amukan di Desa Adat Padang Bulia tidak hanya menjadi bagian dari upacara menyambut Hari Raya Nyepi, tetapi juga merupakan warisan budaya yang memperkuat ikatan sosial dan kebersamaan di tengah masyarakat desa yang penuh kegembiraan.
Sarana yang digunakan dalam tradisi ini sangat sederhana namun sarat dengan makna, yakni daun kelapa kering yang disusun dan diikat menyerupai sapu atau disebut dengan danyuh. Kemudian, dinyalakan dan diadu satu sama lain secara bersemangat. (*)
Editor: Redaksi