Hukrim
Sidang Kesepekang Warga Banyuasri, Tergugat Hadirkan Saksi
Selasa, 02 April 2024
Sidang Kesepekang Warga Banyuasri, Tergugat Hadirkan Saksi
SINGARAJA, Sidang terhadap gugatan 11 warga adat kasepekang atas dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang dilakukan Bendesa Adat dan Prajuru Desa Adat Banyuasri, Kelurahan Banyuasri, Kecamatan Buleleng terus bergulir di Pengadilan Negeri Singaraja dan sudah memasuki agenda mendengarkan keterangan saksi.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, I Made Bagiarta, digelar pada hari senin, 1 April 2024 di Ruang Kartika, Pengadilan Negeri (PN) Singaraja, dimana tergugat Bendesa Adat Banyuasri Nyoman Mangku Widiasa menghadirkan 2 orang saksi, yang juga sebagai prajuru di Desa Adat Banyuasri.
Usai pelaksanaan sidang, Bendesa Adat Banyuasri Nyoman Mangku Widiasa melalui kuasa hukumnya I Nyoman Sunarta, SH., MH., menyebutkan, prajuru desa adat Banyuasri telah mencabut putusan kesepakang tersebut dengan beberapa catatan, hanya saja warga yang kesepekang tidak menjalankan syarat yang diberikan.
“Nah sanksi kesepakang ini sebenarnya sudah dicabut atas permintaan dari MDA Provinsi dalam paruman tanggal 14 Januari 2024 yang lalu sudah dicabut hanya dengan syarat agar yang bersangkutan minta maaf didepan paruman kemudian ngaturang guru piduka di kayangan tiga dan nyepuh jro mangku yang pernah mereka hujatlah ya dalam tanda kutip ya, dikatai-katai dengan kata kotor hanya itu sampai batas waktu purnama kedasa kemarin dan sampai hari ini mereka tidak melaksanakan,” beber Sunarta.
Sunarta mengatakan, dalam proses di pengadilan telah menghadirkan saksi-saksi menerangkan proses kesepakang yang terjadi. “Kalau dari fakta-fakta dalam persidangan itu semua saksi-saksi sudah menjelaskan bahwa dari krama sendiri sebenarnya sudah mengalah mencabut sanksi kesepekang yang diberikan kepada mereka, namun mereka masih bersikukuh karena ini terlanjur sudah dibawa ke proses hukum,” ujarnya.
Pada bagian lain, Kuasa Hukum Desa Adat Banyuasri juga menjelaskan berkaitan dengan Keputusan dari Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali yang sudah dilaksanakan para prajuru melalui paruman sebagai pengambil keputusan di Desa Adat tertinggi.
“Mereka sesungguhnya mempermasalahkan proses Keputusan MDA yang tidak dijalankan, menurut mereka yang tidak dijalankan oleh prajuru Desa Adat Banyuasri, tetapi prajuru Desa Adat Banyuasri sudah berusaha untuk melaksanakan akan tetapi apapun yang menjadi Keputusan MDA itu tentu prajuru tidak berani memutuskan sendiri untuk mencabut sanksi, menyelenggarakan pemilihan ulang, inikan harus disampaikan lewat paruman. Dalam paruman yang dilaksanakan krama secara spontan, secara serempak menyatakan menolak terhadap isi Keputusan MDA itu, jadi bukan prajuru tidak melaksanakan putusan MDA tetapi harus disampaikan lewat paruman dulu, Ketika paruman menolak tentu prajuru tiudak bisa berbuat apa-apa,” jelas Sunarta.
Sebelumnya, kuasa hukum penggugat, I Nyoman Mudita, SH mengatakan perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan Bendesa Adat Banyuasri, Nyoman Mangku Widiasa bersama prajuru berawal dari pelarangan yang dilakukan terhadap 11 kepala keluarga oleh Kelian Desa Adat Banyuasri, Nyoman Mangku Widiasa bersama prajuru lainnya, “Sebelas KK tersebut dilarang mengikuti berbagai kegiatan adat termasuk dilarang melakukan persembahyangan ke pura desa adat setempat,” ujarnya.
Mudita menyebutlkan, ada 13 Kepala Keluarga yang merupakan krama uwed ngarep, tidak diijinkan untuk melakukan paruman desa, sembahyang Galungan dan Kuningan di Pura Dalem Desa Banyuasri hingga kini. Padahal sudah jelas apa yang menjadi sanksi bagi 13 KK tersebut sudah diputus oleh MDA Provinsi Bali yang dalam putusannya untuk memerintahkan dan meminta kepada Kelian Adat Banyuasri mengembalikan hak-hak dan tugas-tugas serta yang lain menyangkut sanksi adat.
“Putusan MDA provinsi itu tidak dilakukan, sehingga kami mengajukan gugatan atas perbuatan melawan hukum termasuk juga dalam perarem atau awig-awig desa adat tidak ada yang mencantumkan adanya sanksi kesepekang. Nah, ini kok bisa Bendesa Adat mengeluarkan sanksi itu,” tegas Mudita.
Sebelas warga yang mengajukan gugatan kepada Bendesa Adat Banyuasri Bersama Prajuru itu diantaranya, I Gede Sidartha, I Nyoman Sri Karyana Dyatmika, Nyoman Trisna Mahayana, Putu Suarsana, I Putu Sudjana, I Nyoman Sri Kurniata Mahasuta, Ketut Suardana, Ketut Pasek, Jro Mangku Ketut Widiana Giri dan Made Suyasa. (010)
Editor: Redaksi